Sikap Hidup Orang Percaya Terhadap Penderitaan: Belajar Dari Kisah Ayub
Ditulis oleh Dorisca Febriana Waruwu/PAK 2023
Sikap Hidup Orang Percaya Terhadap Penderitaan: Belajar Dari Kisah Ayub
Penderitaan merupakan hal yang wajar dialami oleh semua orang termasuk orang -orang percaya. Penderitaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan menyedihkan yang harus ditanggung oleh seseorang.
Penderitaan mencakup berbagai aspek kehidupan, misalnya penderitaan fisik seperti sakit penyakit; penderitaan sosial seperti dijauhi teman atau keluarga, dikhianati pasangan atau orang terdekat; penderitaan mental misalnya stress, kecewa karena suatu hal, sedih dan lain -lain; ada juga penderitaan yang dialami karena materi, misalnya masalah ekonomi, perusahaan bangkrut, kehilangan harta benda dan lain sebagainya.
Tentunya keadaan ini membuat banyak orang menyikapinya dengan cara yang berbeda – beda. Ada yang putus asa, ada juga yang terus berjuang, ada yang menyalahkan diri sendiri, bahkan menyalahkan Allah atas penderitaan yang dialaminya. Di antara beragamnya penderitaan dan bagaimana manusia menanggapi penderitaan dan masa penderitaan di dalam hidupnya, maka penulis tertarik untuk membahas bagaimana seharusnya sikap orang percaya dalam menghadapi penderitaan.
Sesungguhnya, ada banyak tokoh yang mengalami penderitaan yang dituliskan di dalam Alkitab. Misalnya, Daud menderita karena dikejar dan ingin dibunuh oleh Saul (1 Samuel 23:15), Yusuf menderita karena dibenci kemudian dijual oleh saudara-saudaranya (Kej. 37:1-36), Paulus menderita karena dipenjara (Kis. 16:23-40) dan lain sebagainya. Namun, tokoh Alkitab yang penulis soroti dalam tulisan ini adalah Ayub. Beberapa alasan penulis memilih Ayub dibandingkan tokoh Alkitab lainnya adalah:
- Penderitaan yang dialami Ayub mencakup seluruh aspek kehidupannya, misalnya fisik, sosial, materi, dan mental;
- Perjuangan Ayub dalam menghadapi penderitaan.
- Penderitaan tersebut relevan terjadi di dalam kehidupan orang percaya dewasa ini;
- Orang percaya dapat menjadikan Ayub sebagai teladan dalam menyikapi penderitaan yang dialami.
Kitab Ayub menuliskan bahwa Ayub adalah seorang yang saleh, jujur dan takut akan Allah (Ay. 1:1). Allah pun memberkati hidupnya, ia memiliki ternak dan budak dalam jumlah yang sangat banyak serta memiliki tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Namun ada satu oknum yang tidak tentram melihat Ayub menikmati berkat-berkat Allah itu, yaitu Iblis. Ia terus berkeliling untuk mencari-cari kesalahan Ayub supaya memberontak terhadap Allah. Pada Ayub 1:10 – 11 tertulis “10 Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Engkau berkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. 11 Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya ia pasti mengutuki Engkau di hadapanmu.” Allah pun merespon iblis di ayat 12 “ Maka firman TUHAN kepada iblis: “nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” 12 Maka firman TUHAN kepada iblis: “Nah, segala yang kepunyaanya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” Allah pun memberikan izin kepada iblis untuk menguji Ayub.
Atas izin dari Allah, maka iblis pergi untuk menguji Ayub sampai menderita. Beberapa hal penderitaan yang terjadi di dalam kehidupan Ayub:
Pertama, semua ternaknya mati (1:16-18), pada pasal ini diceritakan Ayub memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina. Pikiran Iblis bahwa Ayub takut akan Allah adalah karena harta bendanya, maka hal pertama yang dilakukan iblis adalah membuat ternaknya mati dan berharap bahwa Ayub akan mengutuki Allah.
Kedua, Kesepuluh anaknya mati (1:19). Pada ujian pertama, Iblis menyaksikan Ayub lolos dan tetap setia kepada Allah. Tak puas dengan hal itu, maka ia membuat kesepuluh anak Ayub, mati. Berharap Ayub akan meninggalkan dan menyalahkan Allah atas kejadian yang menimpanya. Tapi, sikap Ayub ini sungguh di luar dugaan iblis, Ayub hanya mengoyak baju dan mencukur kepalanya serta sujud menyembah Allah. Pada 1:21 katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”. Namun, dalam hal ini pun Ayub tidak berdosa (1:22).
Ketiga, Ayub ditimpakan barah yang busuk dari telapak kaki hingga kepalanya (2:8).
Iblis pun tidak tinggal diam, tidak puas hanya ternak dan anaknya saja yang mati, maka ia pun kembali meminta izin kepada Allah untuk menimpakan barah di tubuhnya berharap kali ini berhasil. Tapi, hasilnya tetap nihil, sekali lagi ditegaskan dalam pasal ini Ayub tidak berbuat dosa (2:10).
Keempat, Istrinya menyuruhnya untuk mengutuki Allah (2:9). Tidak tahan terhadap penderitaan yang dialami suaminya, maka istri Ayub pun meminta supaya dia mengutuki Allah dan memintanya mati saja. Menurut Alden Gannet, ada dua kemungkinan yang mendorongnya mengucapkan kata-kata tersebut. Pertama, mungkin istri Ayub tidak sampai hati melihat suaminya demikian menderita badani setelah kehilangan segalanya. Kedua, kesedihannya yang amat sangat membuatnya putus asa. Tapi apa pun alasannya, tanpa disadari ia telah membantu Iblis mencelakakan suaminya sendiri. Mestinya ia berpegang teguh pada imannya dan menguatkan suaminya, bukannya membiarkan diri hanyut dalam keputusasaan.” Tetapi apa respon Ayub? dia tidak menghiraukan isterinya, pada 2:10 tertulis “Jawab Ayub kepadanya: Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”. Sungguh respon yang luar biasa, Ayub begitu paham bahwa semuanya terjadi karena atas izin Allah juga, maka ia tidak berhak mengutuki Allah atas penderitaan yang menimpa dirinya
Kelima, ketiga sahabatnya yakni Elifas, Bildad dan Zofar datang bukan untuk menghibur tetapi menghakimi Ayub atas penderitaannya (Pasal 4-31). Kita tahu bahwa sahabat adalah orang yang paling dekat dan selalu ada baik dalam suka maupun duka. Baik memang ketika para sahabat Ayub datang mengunjungi dengan maksud menghiburnya. Tetapi, penghiburan mereka salah. Mereka berkata bahwa Ayub menderita karena dosa-dosanya, maka mereka segera memerintahkan supaya Ayub segera bertobat. Tentunya hal ini menimbulkan kontra di hati Ayub, ia merasa bahwa para sahabatnya tidak mengerti tentang dirinya, sehingga ia menyangkal perkataan mereka.
Beberapa poin di atas adalah penderitaan yang sangat menyakitkan dialami oleh Ayub di dalam kehidupannya yang meliputi semua aspek. Adapun sikap Ayub dalam menghadapi penderitaan adalah:
Ayub tidak berbuat dosa (1:22; 2:10), di tengah penderitaan yang dialaminya, Ayub sekalipun tidak mengutuki ataupun meninggalkan Allah. Prinsip Ayub di sini adalah segala yang terjadi dalam kehidupannya adalah atas izin dari Allah. Segala sesuatu yang baik sudah diterimanya, maka ketika pun datang hal yang tidak baik, ia harus siap menerimanya.
Ayub semakin belajar untuk mengenal Allah. Ayub semakin mengenal Allah lebih dalam lewat penderitaannya. Pada 42:5 Ayub berkata "Ayub 42:5 (TB) Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau".
Ayub merendahkan dirinya di hadapan Allah (42). Ayub adalah manusia yang sangat terbatas. Di dalam keterbatasannya itu, ia mengakui bahwa kuasa Allah tidak terbatas, segalanya di bawah otoritasNya.
Pada akhirnya, Allah pun memulihkan keadaannya. Ternaknya diganti menjadi dua kali lipat dari kepunyaannya dahulu. Ia juga mendapat 7 anak laki – laki dan tiga anak perempuan, bahkan umur panjang pun menjadi miliknya, ia masih hidup 140 tahun lagi. Allah sangat memberkati kehidupan Ayub.
Penderitaan bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi, tetapi karena Allah memiliki rencana di dalamnya. Sangat penting sekali bagi orang percaya memiliki pengenalan akan Allah karena akan menentukan sikapnya ketika mengalami suatu penderitaan. Lewat Ayub, orang percaya dapat belajar untuk menyikapi segala penderitaan yang terjadi di dalam hidupnya. Melalui penderitaan yang dialami, semakin membuat orang percaya mengakui kemahakuasaan Allah, dan semakin belajar mengenal Dia lewat firmanNya (2 Petrus 3: 18). Melalui penderitaan, level iman orang percaya semakin meningkat. Dalam Surat Yakobus dituliskan “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai percobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” “Tetap berserah kepada Allah, sebab Ia memelihara kita” (2 Petrus 5:7).
Tuhan Yesus memberkati.
Belum ada Komentar untuk "Sikap Hidup Orang Percaya Terhadap Penderitaan: Belajar Dari Kisah Ayub"
Posting Komentar