SERPIHAN LUKA PENULIS: BILKIS M.
Senin, 10 April 2023
Tulis Komentar
SERPIHAN LUKA
PENULIS: BILKIS M.
Editor: Sinuyu Waruwu
Kisah hidup seorang gadis bernama Amelia kerap kali nyata dalam kehidupan keluarga masa kini. Seorang gadis yang tidak diinginkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya. Ia diadopsi oleh keluarga lain tapi nasib buruk mengampirinya lagi dimana ayah dan saudara angkatnya tidak menginginkan kehadiran Amelia. Waktu memproses dirinya hingga ia kembali
dipertemukan oleh kedua orang tuanya. Namun, pertemuan ini menghadapkannya pada situasi yang menyulitkan dimana
saudara kandungnya menutup mata untuk selamanya. Begitu sulit untuk melukiskan kebahagiaan dan penderitaan putri. Ia seorang gadis yang sangat kuat sehingga bisa melewati masa-masa kelam
itu dengan pengharapan.
Dari kisah ini kita bisa belajar betapa pentingnya harapan dan topangan keluarga. Kehilangan keluarga tapi memiliki
harapan masih bisa melangkah. Namun, kehilangan harapan meski memiliki segalanya, cepat atau lambat akan terkikis oleh
kesedihan dan air mata.
Milikilah harapan dan apabila anda belum memilikinya, carilah dan jadiakan sebagai permata yang selalu anda jaga. Itu nilai yang sangat berharga untuk bisa beradaptasi di dunia.
PART 1
GADIS MALANG
"S-sakit," rintih seorang gadis sambil meremas erat pinggangnya. Rasanya seperti ada jarum tajam yang menusuk-nusuk tanpa henti.
Ia bersandar pada tembok kamar mandi, air matanya perlahan meluruh karena tak tahan dengan rasa sakit yang semakin dahsyat.
Gadis itu Amelia, lebih lengkapnya Amelia Gifa Arisha yang divonis menderita gagal ginjal kronis sejak 2 tahun terakhir, saat masih SMP Amelia sering kali sakit-sakitan. Hingga akhirnya ia dinyatakan gagal ginjal.
"Ya Tuhan sa-sakit." Kini air matanya mulai berlinang membasahi pipinya, rasa sakit itu bukannya mereda malah semakin menjalar pada perut bagian kirinya.
Saat pelajaran olahraga berlangsung perutnya tiba-tiba merasakan sakit. Setelah meminta izin pada Pak Irwan ia pun segera pergi ke toilet. Ia baru sadar kalau dirinya lupa meminum obat.
Brak! Brak!
"Woy cepetan!" teriak seseorang dari luar.
Amelia segera mengusap air matanya. Ia tidak ingin terlihat lemah, atau pun dikasihani oleh siapapun.
"Woi cepetan dong, gue dobrak nih!"
Dengan tangan bergetar Amelia membuka knop pintu toilet tersebut.
Seseorang yang bername tag Kesya Amanda Liora itu menatap Amelia sinis "Ngapain masih disitu?sana pergi!"
Amelia hanya mengangguk kemudian ia berjalan sempoyongan sambil memegang perutnya yang masih terasa sakit. Ia menyusuri koridor yang tampak sepi karena saat ini jam pelajaran masih berlangsung.
"Rafael jangan lari kamu!" teriak seorang Pria dari kejauhan, sontak Amelia menoleh namun tiba-tiba saja.
Brak!
Cowok yang bernama Rafael itu menubruk tubuh Amelia membuat sang empu terjatuh. Pandangan mereka seketika bertabrakan.
Dia Rafael Ethan Arzanka, seanterio sekolah pasti tidak aneh lagi mendengar nama cowok bak pahatan Dewa Yunani itu. Badannya yang tinggi semampai serta rahangnya yang tegap, membuat para kaum hawa tergila-gila padanya.
Selain ganteng dia juga cowok yang terkenal pembuat onar di sekolah. Alasannya bukan karena ia putra dari seorang direktur SMA Rajawali ini yang seenaknya ngelanggar peraturan, tetapi karena hobinya keluar masuk ruang BK membuat masa sekolahnya menjadi berwarna.
"Gak papa dicap pembuat onar, yang penting banyak cerita yang dapat dikenang." Begitulah kata-kata yang sering ia ucapkan pada sahabatnya.
"Rafael sedang apa kamu?!"
Keduanya seketika tersadar, Rafael segera membantu Amelia untuk bangkit. "Sory gue gak sengaja." ujarnya lalu pergi meninggalkan Amelia yang masih terpaku.
Pak Rosid selaku guru BK itu seketika berhenti didekat Amelia. "Kamu gak papa?"
"Gak papa kok pak?"
Kening pria itu mengernyit melihat wajah Amelia yang tampak pucat.
"Gak papa gimana kamu kayak lagi sakit gitu. Sekarang kamu ikut bapak ke ruang UKS ya, "
Amelia mengangguk kemudian membuntuti Pak Rosid menuju ruang UKS. Pria itu segera memperintahkan pada Lulu selaku tim PMR untuk memberikannya obat.
"Dek ini minum dulu." ucap Lulu sambil memberikannya obat serta segelas air putih.
"Gak papa kak biar aku aja." Amelia segera mengambil obat dan air itu.
"Yaudah kalau gitu kakak pamit dulu ya."
Amelia tersenyum "Iya kak makasih." Lulu hanya mengangguk lalu ia pun pergi.
Amelia memasukkan obat itu pada saku seragammnya, terlebih ia tidak boleh sembarangan meminum obat. Gadis itu hanya meminum air putihnya saja dan meletakkan gelas itu diatas nakas.
Setelah itu Amelia membaringkan tubuhnya diatas brankar. Ia sama sekali tidak bisa tidur hanya melamun menatap hampa langit-langit ruang UKS itu.
"Tuhan kapan aku sembuh?" Hanya ucapan itu yang terlontar dibibir pucatnya diringi genangan air mata membasahi pipi mulusnya.
****
"Huffs" Amelia menghembuskan napasnya pelan. Sore ini suasana jalanan terasa sepi, sendari tadi dirinya duduk di halte Sekolah untuk menunggu angkutan umum namun tak kunjung melintas. ia pun mengambil benda pipih dari saku seragamnya dan mengotak-ngatikkan benda itu mencari nomor Ayahnya. Setelah ketemu ia pun segera menghubunginya.
"Hallo Yah-"
"Apaan?"
"Yah bisa jemput Amel gak?-"
"Nggak! Ayah lagi sibuk!
"Tapi Yah-"
Tut!
Sambungan telepon tiba-tiba saja terputus dari sebelah pihak sebelum Amelia menyelesaikan ucapannya. Ia pun berinisiatif untuk menghubungi kakaknya. Gadis itu tersenyum sambil bernapas lega karena kakaknya yang bernama Geo mengangkat teleponnya.
"Assalamualai-"
"Apaan, sih, berisik tau gak?!"
"Kak, boleh gak jemput Amel?"
"Minta tolong sama teman lo aja, apa susahnya, sih!"
"Tapi kak-"
"Halah brisik."
Tut!
Ia kembali menatap nanar benda pipih itu hatinya benar-benar nyeri Ayah dan kakaknya sama sekali tidak ada rasa peduli padanya. Gadis malang itu menatap langit dengan tatapan kosong, tiba-tiba saja air bening jatuh dari pelupuk matanya.
Semerebuk awan yang awalna cerah kini berubah menjadi awan hitam dan rincik-rincik air hujan pun turun ke bumi yang lepas landas tanpa beban yang kian menjadi deras. Kedinginannya menyeruak diantara derasnya. Ia pun memeluk lututnya untuk menghasilkan kehangatan.
Dwaar!!
"Agrhh"
Suara petir pun terdengar membuat sang empu menjerit histeris.
"Ib-ibu Amel takut hiks.." keluh gadis itu dengan isak parau.
"S-sakit," rintih seorang gadis sambil meremas erat pinggangnya. Rasanya seperti ada jarum tajam yang menusuk-nusuk tanpa henti.
Ia bersandar pada tembok kamar mandi, air matanya perlahan meluruh karena tak tahan dengan rasa sakit yang semakin dahsyat.
Gadis itu Amelia, lebih lengkapnya Amelia Gifa Arisha yang divonis menderita gagal ginjal kronis sejak 2 tahun terakhir, saat masih SMP Amelia sering kali sakit-sakitan. Hingga akhirnya ia dinyatakan gagal ginjal.
"Ya Tuhan sa-sakit." Kini air matanya mulai berlinang membasahi pipinya, rasa sakit itu bukannya mereda malah semakin menjalar pada perut bagian kirinya.
Saat pelajaran olahraga berlangsung perutnya tiba-tiba merasakan sakit. Setelah meminta izin pada Pak Irwan ia pun segera pergi ke toilet. Ia baru sadar kalau dirinya lupa meminum obat.
Brak! Brak!
"Woy cepetan!" teriak seseorang dari luar.
Amelia segera mengusap air matanya. Ia tidak ingin terlihat lemah, atau pun dikasihani oleh siapapun.
"Woi cepetan dong, gue dobrak nih!"
Dengan tangan bergetar Amelia membuka knop pintu toilet tersebut.
Seseorang yang bername tag Kesya Amanda Liora itu menatap Amelia sinis "Ngapain masih disitu?sana pergi!"
Amelia hanya mengangguk kemudian ia berjalan sempoyongan sambil memegang perutnya yang masih terasa sakit. Ia menyusuri koridor yang tampak sepi karena saat ini jam pelajaran masih berlangsung.
"Rafael jangan lari kamu!" teriak seorang Pria dari kejauhan, sontak Amelia menoleh namun tiba-tiba saja.
Brak!
Cowok yang bernama Rafael itu menubruk tubuh Amelia membuat sang empu terjatuh. Pandangan mereka seketika bertabrakan.
Dia Rafael Ethan Arzanka, seanterio sekolah pasti tidak aneh lagi mendengar nama cowok bak pahatan Dewa Yunani itu. Badannya yang tinggi semampai serta rahangnya yang tegap, membuat para kaum hawa tergila-gila padanya.
Selain ganteng dia juga cowok yang terkenal pembuat onar di sekolah. Alasannya bukan karena ia putra dari seorang direktur SMA Rajawali ini yang seenaknya ngelanggar peraturan, tetapi karena hobinya keluar masuk ruang BK membuat masa sekolahnya menjadi berwarna.
"Gak papa dicap pembuat onar, yang penting banyak cerita yang dapat dikenang." Begitulah kata-kata yang sering ia ucapkan pada sahabatnya.
"Rafael sedang apa kamu?!"
Keduanya seketika tersadar, Rafael segera membantu Amelia untuk bangkit. "Sory gue gak sengaja." ujarnya lalu pergi meninggalkan Amelia yang masih terpaku.
Pak Rosid selaku guru BK itu seketika berhenti didekat Amelia. "Kamu gak papa?"
"Gak papa kok pak?"
Kening pria itu mengernyit melihat wajah Amelia yang tampak pucat.
"Gak papa gimana kamu kayak lagi sakit gitu. Sekarang kamu ikut bapak ke ruang UKS ya, "
Amelia mengangguk kemudian membuntuti Pak Rosid menuju ruang UKS. Pria itu segera memperintahkan pada Lulu selaku tim PMR untuk memberikannya obat.
"Dek ini minum dulu." ucap Lulu sambil memberikannya obat serta segelas air putih.
"Gak papa kak biar aku aja." Amelia segera mengambil obat dan air itu.
"Yaudah kalau gitu kakak pamit dulu ya."
Amelia tersenyum "Iya kak makasih." Lulu hanya mengangguk lalu ia pun pergi.
Amelia memasukkan obat itu pada saku seragammnya, terlebih ia tidak boleh sembarangan meminum obat. Gadis itu hanya meminum air putihnya saja dan meletakkan gelas itu diatas nakas.
Setelah itu Amelia membaringkan tubuhnya diatas brankar. Ia sama sekali tidak bisa tidur hanya melamun menatap hampa langit-langit ruang UKS itu.
"Tuhan kapan aku sembuh?" Hanya ucapan itu yang terlontar dibibir pucatnya diringi genangan air mata membasahi pipi mulusnya.
****
"Huffs" Amelia menghembuskan napasnya pelan. Sore ini suasana jalanan terasa sepi, sendari tadi dirinya duduk di halte Sekolah untuk menunggu angkutan umum namun tak kunjung melintas. ia pun mengambil benda pipih dari saku seragamnya dan mengotak-ngatikkan benda itu mencari nomor Ayahnya. Setelah ketemu ia pun segera menghubunginya.
"Hallo Yah-"
"Apaan?"
"Yah bisa jemput Amel gak?-"
"Nggak! Ayah lagi sibuk!
"Tapi Yah-"
Tut!
Sambungan telepon tiba-tiba saja terputus dari sebelah pihak sebelum Amelia menyelesaikan ucapannya. Ia pun berinisiatif untuk menghubungi kakaknya. Gadis itu tersenyum sambil bernapas lega karena kakaknya yang bernama Geo mengangkat teleponnya.
"Assalamualai-"
"Apaan, sih, berisik tau gak?!"
"Kak, boleh gak jemput Amel?"
"Minta tolong sama teman lo aja, apa susahnya, sih!"
"Tapi kak-"
"Halah brisik."
Tut!
Ia kembali menatap nanar benda pipih itu hatinya benar-benar nyeri Ayah dan kakaknya sama sekali tidak ada rasa peduli padanya. Gadis malang itu menatap langit dengan tatapan kosong, tiba-tiba saja air bening jatuh dari pelupuk matanya.
Semerebuk awan yang awalna cerah kini berubah menjadi awan hitam dan rincik-rincik air hujan pun turun ke bumi yang lepas landas tanpa beban yang kian menjadi deras. Kedinginannya menyeruak diantara derasnya. Ia pun memeluk lututnya untuk menghasilkan kehangatan.
Dwaar!!
"Agrhh"
Suara petir pun terdengar membuat sang empu menjerit histeris.
"Ib-ibu Amel takut hiks.." keluh gadis itu dengan isak parau.
Belum ada Komentar untuk "SERPIHAN LUKA PENULIS: BILKIS M. "
Posting Komentar